Rabu, 24 September 2008

Tanggung Jawab Negeri Penghasil Karbon Dalam Bencana Badai Karibia

Oleh : Pius Ginting[1]
Tiga badai berkekuatan besar silih berganti menerpa kawasan Karibia. Setelah badai Gustav, disusul badai Hanna, dan terakhir Ike. Badai tersebut telah menyebabkan kerusakan yang parah dan luas di kawasan Karibia. Sudah banyak kajian mengungkapkan dampak perubahan iklim dengan menguatnya energi badai. Salah satunya Dr James Hansen dari NASA, berkesimpulan bahwa pemanasan global memberi sumbangan terhadap membesarnya energi badai. Badai yang menerpa negeri-negeri di Kawasan Karibia adalah bukti yang mencolok tentang ketidakadilan iklim dan ketidakadilan ekologi. Amerika Serikat adalah negara yang paling tinggi akumulasi karbondioksida di atmosfirsaat ini. Sementara itu, negeri-negeri di Karibia adalah penyumbang karbon terkecil. Bahkan berdasarkan penelitian WWF yang dipublikasikan pada tahun 2007,Kuba salah satu negeri di kawasan tersebut menjadi negara dengan ecological footprint terendah. Menggunakan ukuran jejak ekologis tersebut, berarti Kuba adalah negeri yang paling sedikit mengkonsumsi sumber daya alam namun mampu mencapai standar kesehatan, pendidikan dan usia harapan hidup yang baik. Namun dalam kejadian terpaan badai beruntun ini, negeri-negeri Karibia tersebut mengalami dampak parah, dimanaHaiti mengalami korban jiwa paling banyak.
Kesiapan menghadapi bencana
Bencana berkekuatan sama menghasilkan efek yang berbeda di negeri yang dilewati oleh badai tersebut. Presiden Timor Leste yang kebetulan berada di Havana, Kuba saat badai Ike menerpa menyatakan badai tersebut akan menewaskan ratusan orang bila terjadi di negeri lain. Ketika Badai Katrina menyapu New Orleans yang mengakibatka banyak korban jiwa, Amerika Serikat pada tahun 2005, media St Petersburg Times (9/9/205) menurunkantulisan berjudul “Can we learn from Cuba’s lesson?”, mengacu kepada pengalaman Kuba mengantisipasi badai Ivan dengan kecepatan 160 km/jam tahun 2004, dimana dua juta orang dievakuasi. Alhasil, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Hal tersebut hanya bisa terjadi bila ada perhatian serius dari pemerintah untuk melakukan mitigas bencana dan adanya budaya kerjasama antar rakyat. Budaya kerjasama dan solidaritas antar sesama masyarakat Kuba adalah faktor utama, dan sikap tersebut juga tercermindalam pergaulan internasional Kuba dengan pengiriman misi sosial, khususnya tenaga medis, ke negara dunia ketiga yang membutuhkan mana kala tertimpa bencana.
Tanggung jawab negeri-negeri penghasil karbon terbanyak
Negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia sebagai penghasil karbon terbanyak adalah yang paling bertanggung-jawab atas bencana yang penyebabnya tidak terlepas dari campur tangan manusia ini. Sudah selayaknya negeri-negeri tersebut memberikan bantuan yang signifikan sebagai bagian dari pembayaran hutang ekologinya terhadap negara dunia ketiga seperti Kuba, Haiti dan negeri lainnya di Karibia yang mengalami bencana tersebut. Pemerintahan Kuba melalui kementerian luar negerinya telah meminta kepada pemerintahan Amerika Serikat bahwa jika A.S sungguh ingin berkerjasama dengan rakyat Kuba dalam menghadapi tragedi bencana, maka A.S diminta mencabut embargo ekonomi, dengan demikian memperbolehkan penjualan barang-barang kebutuhan yang penting bagi Kuba, dan mencabut pembatasan yang melarang perusahaan-perusahaan A.S memberikan kredit komersial bagi Kuba yang akan diperuntukkan untuk memberi bahan makanan dari Amerika Serikat. Namun pemerintahan Bush menolak untuk mencabutembargo tersebut. Indonesia sebagai negeri yang pernah menerima bantuan kemanusiaan berupa tenaga medis ketika bencana gempa Jogyakarta terjadi, yang dalam pendiriannya terakhir di PBB juga menentang embargo ekonomi A.S terhadap Kuba, perlu menyuarakan kembali sikap tersebut di saat negeri di kawasan Karibia tengah mengalami bencana. ________________________________
[1]Staf Eksekutif Nasional WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar