Senin, 22 September 2008

KEBANGKITAN NASIONAL : INTEGRITAS GERAKAN PEMUDA DALAM PROSES KONSOLIDASI DEMOKRASI

Krisis ekonomi politik yang berkepanjangan yang tidak pernah berujung, membuat berbagai kalangan telah menilai bahwa pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu 2004 secara langsung SBY-JK ini belum mampu memberikan bukti yang konkrit atas penyelesaian kemiskinan, pengangguran, korupsi, pelanggaran HAM, illegal logging, bencana alam seperti Lumpur Lapindo dan lain sebagainya. Walaupun kita sadari bahwa persoalan-persoalan tersebut tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan pemerintahan sebelumnya, mulai dari Orde Baru, Habibie, Gus Dur, Megawati yang selalu mengabdi kepada kepentingan modal/pasar.

Sejenak harapan rakyat atas pemerintahan SBY-JK selama hampir 4 tahun berkuasa telah memudar seiring dengan semakin kuatnya kelompok oposisi baik dari partai politik maupun dari seluruh gerakan rakyat. Ketidakpercayaan ini tergambarkan dengan banyaknya tuntutan-tuntutan ketidakpercayaan yang bersifat normatif sampai pada ujungnya ‘cabut mandat” adalah bentuk ekspresi rakyat yang berfungsi untuk mengingatkan pemerintahan telah menyimpang/keluar dari garis besar dan ideologi bangsa ini yaitu Pancasila dan UUD. Indikasi penyimpangan ini adalah terletak pada kebijakan-kebijakan ekonomi politik yang cenderung pro pasar, mulai dari UU Penanaman Modal, UU Sisdiknas, UU Migas dll, artinya bahwa bangsa ini telah kehilangan kemandirian dan kedaulatan secara utuh ditengah-tengah serbuan turbulensi ekonomi-politik global. Pelanggaran konstitusi negara ini justru diperparah dengan terdegradasinya politik moral aparat penegak hukum dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya dengan melakukan perselingkuhan politik-ekonomi dengan pasar.
Satu dekade gerakan reformasi bergulir, ternyata apa yang menjadi harapan rakyat akan perubahan secara dratis dari cengkeraman ekonomi-politik global dan kediktaktoran Orde Baru justru semakin menjauh. Peningkatan angka kemiskinan mencapai 40 juta, 120 juta angka penggangguran, bencana alam yang terus mendera diseluruh pelosok akibat dari eksploitasi alam yang tidak ramah lingkungan, kebutuhan harga sembako yang terus melangit tidak terjamah oleh rakyat miskin. Badai korupsi yang melibatkan hampir semua instansi negara yang tidak terkendali, walaupun mendapat dukungan dari pihak internasional membuat bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi sebatas sloganistik, karena yang menjadi barometernya belum dan tidak mampu di tangkap dan asetnya dikembalikan ke negara oleh pemerintahan saat ini. Rentannya sistem pertahanan nasional yang memudahkan ancaman baik yang datang dari domestik maupun global, misalnya rekruitmen WNI menjadi Askar Wataniah Malaysia, munculnya terorisme dll. Sementara dalam ranah politik, meluasnya sengketa Pilkada di penjuru tanah air yang melibatkan partisipasi warga, membuat proses demokrasi dan pembangunan mandeg dan konflik elit politik yang menjadi sajian totonan masyarakat telah memperburuk proses transisi demokrasi yang terus menurunkan kepercayaan rakyat terhadap aparatus negara.
Parameter berjalannya proses demokratisasi adalah, terselenggaranya pemerintahan yang bersih, menguatnya lembaga-lembaga pemerintahan, dan terdidiknya civil society dalam melakukan partisipasi politik dan penyelenggaraan Pemilu secara demokratis. Pemilu merupakan instrumen politik dalam proses mensirkulasi kepemimpinan nasional sudah dilakukan dua kali dan tahun 2009 adalah momentum konsolidasi demokrasi yang ketiga kalinya semenjak gerakan reformasi. Konsolidasi demokrasi 2009, tentunya harus menjadi akhir dari transisi demokrasi sehingga bangsa ini akan tinggal landas menuju proses demokrasi yang memiliki nilai-nilai substansial yaitu demokrasi untuk keadilan dan kesejahteraan mayoritas rakyat.
Sirkulasi kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2009, harus dijadikan pijakan oleh elemen anak bangsa untuk bangkit dan merdeka secara politik ekonomi yaitu mandiri secara ekonomi dan berdaulat secara politik adalah falsafah yang harus menjadi spirit dalam membangun bangsa ini dari keterpurukan ekonomi politik. Kegagalan-kegagalan ekonomi politik ini membuktikan bahwa dominannya sisa-sisa kekuatan lama dan reformis gadungan yang masih mempertahankan kekuasaannya harus segera dihentikan. Krisis kepemimpinan nasional telah terjadi, munculnya Megawati, Gus Dur, SBY, JK, Wiranto, Sutiyoso, Sultan Hamengkubowono X dll adalah bukti dari kegagalan bangsa ini mencetak kader-kader yang memiliki integritas kuat dalam mempertahankan politik ekonomi nasional yang pro rakyat.
Sebagai bangsa yang besar dan selalu mengedapankan sikap-sikap solidaritas sebagai negara pluralisme, sampai saat ini belum memiliki ideal type kepemimpinan nasional yang tangguh dan kuat dalam memperjuangkan hak-hak seluruh rakyat. Justru yang bertengger di kekuasaan adalah merupakan persekutuan jahat borjuasi –modal- aristokrat yang selalu melakukan eksploitas dan semakin kokoh dalam mempertahankan kepentingannya. Dominan peranan partai politik yang anti rakyat dalam men-drive negara bangsa ini, mulai dari pembuatan UU, meniadakan fungsi partai, dan kuatnya kolaborasi dengan pasar menjadikan bangsa Partidozia yang rapuh karena berdiri dari kepentingan-kepentingan absurd kelompok.
Kemudian, kemunculan kepemimpinan alternatif melalui calon independen dalam Pilkada-tentunya mengarah kepada Pilpres- yang tangguh dan kuat untuk membawa rakyat keluar dari krisis ekonomi politik neoliberal selalu menjadi ancaman pemerintahan yang tunduk dan patuh terhadap kepentingan modal asing, sehingga peluang untuk melakukan perubahan mendasar dan mengangkat martabat dan identitas sebuah bangsa yang mandiri akan selalu menjadi sebuah wacana dalam ruang-ruang diskusi belaka.
Tahun 2008 merupakan momentum bersejarah, yaitu satu abad Kebangkitan Nasional, delapan puluh tahun sumpah pemuda, dan satu dekade gerakan reformasi. Momentum ini mengingatkan kita semua untuk melakukan kebangkitan secara politik-ekonomi, yaitu kebangkitan dari kebangkrutan ekonomi nasional dan terdegradasi politik moral aparatus negara yang tentunya gerakan pemuda adalah pelopor/vanguard dari kebangkitan nasional ini dalam menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.
Terintegrasinya kekuatan muda yang membawa misi nasionalisme adalah upaya untuk membangkitkan kembali roh nasionalisme satu abad yang lalu dalam melawan kolonialisme Belanda. Dalam konteks saat ini, menguatnya turbulensi pasar global yang terus mengancam integritas bangsa dan kedaulatan negara adalah keniscayaan sejarah kalau pemuda melakukan terobosan politik dalam menjaga keutuhan NKRI. Sejarah ini kemudian harus senantiasa dikobarkan menjadi pekik perjuangan dalam mensejajarkan dengan bangsa-bangsa lain, artinya gerakan muda harus mampu membalikan sejarah masa lalu bangsa ini dalam mencapai kejayaannya menguasai negeri utara dengan kekuatan ekonomi dan politiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar